Rakyat Indonesia pada zaman Orde Baru adalah orang yang paling terbiasa dengan penderitaan. Pada masa itu boleh jadi pers dibungkam, aktivis prodemokrasi dipenjara, organisasi kemahasiswaan dan pemuda dibonsai, wakil rakyat sejati di-recall, aspirasi rakyat disumbat, tapi siapa yang bisa melarang orang bikin humor? Barangkali humor adalah sebuah bentuk katarsis orang dari ketidakberdayaannya dalam dunia nyata, seperti yg bisa dibaca dibawah ini:
Ada tiga ciri menonjol dari orang Indonesia di bawah Orde Baru, yaitu: jujur, pintar dan pro pemerintah. Tapi sayangnya manusia Indonesia hanya boleh memiliki dua ciri.
Artinya manusia Indonesia itu cuma ada tiga macam: Pertama, kalau dia jujur dan pro pemerintah biasanya tidak pintar; ke dua, kalau dia pintar dan pro pemerintah biasanya tidak jujur; ke tiga, kalau dia jujur dan pintar biasanya tidak pro pemerintah.
Kepolisian, ABRI, dan badan intelejen BIA saling menyombong bahwa merekalah yang terbaik dalam menangkap penjarah yang sedang marak saat sekarang. Sang Penguasa Orde Baru merasa perlu untuk melakukan tes terhadap hal ini.
Ia kemudian melepas seekor kelinci kedalam hutan dan ketiga kelompok pengikut tes di atas harus berusaha menangkapnya
BIA masuk ke hutan. Mereka menempatkan informan-informan di setiap pelosok hutan itu. Mereka menanyai setiap pohon, rumput, semak dan binatang di hutan itu. Tidak ada pelosok hutan yang tidak di interogasi. Setelah tiga bulan penyelidikan hutan secara menyeluruh akhirnya BIA mengambil kesimpulan bahwa kelinci tersebut ternyata tidak pernah ada.
ABRI masuk ke hutan. Setelah dua minggu kerja tanpa hasil, mereka akhirnya membakar hutan sehingga setiap mahluk hidup didalamnya terpanggang tanpa ada kekecualian. Akhirnya kelinci tersebut tertangkap juga hitam legam, mati ... tentu saja.
Kepolisian masuk hutan. Dua jam kemudian, mereka keluar dari hutan sambil membawa seekor tikus putih yang telah hancur-hancuran badannya dipukuli. Tikus putih itu berteriak-teriak: "Ya ... ya ... saya mengaku! Saya kelinci! Saya kelinci!"
Seorang prajurit ABRI terbunuh dalam sebuah kontak senjata di pinggiran Los Palos di Timor Timur. Nyawanya melayang, menuju ke pintu surga. Di pintu surga tampak Santo Petrus sedang menjaga pintu masuk.
"Aku anggota ABRI," ujarnya kepada Petrus.
"Ya," kata Santo Petrus, "Anda tak boleh masuk, kami tak ingin ada keributan di sini seperti yang terjadi di umum."
"Siapa yang mau masuk? Subversi ya!," hardik anggota ABRI itu. "Kuberi waktu lima menit untuk segera mengosongkan tempat ini."
Penindasan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia telah menimbulkan sejumlah masalah pelik bagi pemerintah Indonesia. Hubungan diplomatik dan bantuan keuangan yang selalu dikaitkan dengan praktek HAM membuat wajah diplomasi Indonesia semakin babak belur. Untuk itu Pangab memerintahkan agar BIA, BAKIN dan Bakorstanas bekerjasama dengan Deppen menggelar serangkaian diskusi dengan tema "Dalam Pancasila Sudah Ada Nilai Penegakan HAM".
Sejumlah undangan, surat pemberitahuan dan konsep iklan dibuat. Sebuah buku program acara juga dicetak untuk melengkapi. Dalam program acara tertulis kata-kata: "Kebebasan Berpendapat. Kebebasan Pers. Wartawan Dilarang Masuk".
0 comments:
Post a Comment